REKAYASA METODE AERASI PADA PENYIMPANAN JAGUNG SECARA CURAH DALAM SILO1

 on Rabu, 25 April 2012  

ABSTRAK
Salah satu kelemahan teknologi pascapanen jagung adalah masalah penyimpanan. Umumnya jagung akan mengalami kerusakan yang serius bila dilakukan penyimpanan secara tradisional  dalam  jangka  waktu  yang  lama.  Penyimpanan  secara  curah  dengan  aerasi merupakan salah satu teknologi alternatif yang dapat diaplikasikan untuk menjaga kualitas hasil-hasil pertanian selama dalam penyimpanan. Namun demikian, prosedur  perancangan dan operasional sistem penyimpanan beraerasi ini masih belum berkembang. Penelitian ini mempunyai tiga tujuan pokok yaitu : melakukan perancangan sistem aerasi untuk keperluan penyimpanan jagung secara curah, serta untuk mengkaji pengaruh metode aerasi terhadap kualitas jagung selama proses penyimpanan.
Pada penelitian ini digunakan dua buah silo dibuat dari bahan pelat metal masing-
masing dengan kapasitas 530 kg jagung pipil. Kedua buah silo tersebut dilengkapi dengan
sistem aerasi yang berbeda. Satu buah silo diaerasi dengan menggunakan udara dingin
sedangkan silo yang lainnya diaerasi menggunakan udara lingkungan yang dikombinasikan
dengan  bentonite  sebagai  absorben.  Sebagai  kontrol  digunakan  penyimpanan  secara
konvensional dengan karung. Beberapa parameter yang terkait dengan kondisi udara ruang
simpan, operasional sistem aerasi, serta kualitas biji jagung hasil penyimpanan diukur dan
dimonitor secara periodik selama penyimpanan untuk mengevaluasi efektivitas sistem aerasi
yang dirancang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai
berikut : hanya metode aerasi udara dingin yang mampu menciptakan kondisi temperatur dan
kelembaban ruang simpan yang memenuhi syarat untuk penyimpanan jagung dengan kadar air
13% w.b. Untuk menciptakan kondisi udara ruang simpan tersebut, aerasi udara dingin tidak
perlu dilakukan terus-menerus sepanjang hari selama penyimpanan, aerasi cukup dioperasikan
selama 5 jam/hari dengan konsumsi daya 0,519 kWh/hari/ton. Kualitas biji jagung hasil
penyimpanan seperti kadar air, prosentase kehilangan berat karena infestasi serangga dan jamur,
prosentase perkecambahan, maupun cemaran aflatoksin pada jagung dengan aerasi udara dingin
menunjukkan hasil yang lebih baik daripada aerasi dengan absorben bentonit dan penyimpanan
dalam gudang. Perancangan, konstruksi, serta operasional peralatan aerasi  udara dingin ini
mudah dibuat, murah, dan bahan-bahan tersedia di pasaran.
Kata kunci: penyimpanan, perancangan, jagung, aerasi, silo











1  Disampaikan dalam Gelar Teknologi dan Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008 di Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM, Yogyakarta 18-19 November  2008
2  Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     1







A. PENDAHULUAN
Berbagai macam kendala banyak ditemukan dalam usaha peningkatan kuantitas dan kualitas komoditas jagung di Indonesia. Salah satu kendala dari rantai produksi dalam usaha tani jagung di Indonesia adalah pada masalah penyimpanan jangka panjang. Biji jagung sering mengalami kehilangan baik kualitas maupun kuantitas yang berlebihan setelah mengalami penyimpanan dalam jangka waktu yang cukup panjang. Di Indonesia kehilangan hasil akibat serangan hama gudang saja diperkirakan mencapai 26 - 29% (Semple 1985 dalam Surtikanti, 2004). Tingginya kehilangan ini mungkin disebabkan karena metode penyimpanan dan caracara penanganan bijian selama penyimpanan belum dilakukan dengan benar. Demikian juga, belum ada cara-cara penyimpanan jagung yang benar-benar aman yang direkomendasikan di Indonesia hingga saat ini, hal ini semakin mempersulit bagi para praktisi yang menangani jagung untuk melakukan praktek penyimpanan dengan baik.
Menurut Brooker et al. (1992), rahasia untuk menjaga bijian yang disimpan dalam
kondisi yang baik adalah dengan menjaga massa bijian tetap dingin dan merata serta kering.
Pada sebagian besar tempat di dunia, hal ini dapat dilakukan lewat aerasi, yaitu perlakuan
terhadap bijian yang disimpan dengan udara lingkungan yang dingin pada laju aliran yang
rendah. Apabila temperatur lingkungan rata-rata berada diatas 24-37oC, suatu alat pendingin
bijian perlu untuk digunakan. Driscoll dan Srzednicki (1998), menegaskan bahwa pada
kondisi tropis basah, akan membutuhkan suatu alat pendingin untuk melakukan aerasi dingin
seperti   yang   dapat   dilakukan   untuk   kondisi   daerah   beriklim   sedang.   Lebih   lanjut
dikemukakan,  bahwa aerasi biji-bijian merupakan cara yang sangat bermanfaat dalam
preservasi biji-bijian. Cara ini juga merupakan cara mekanis yang bebas bahan kimiawi dan
bila dilakukan dibawah manajemen yang sehat, ini merupakan salah satu cara yang paling
murah dalam menjaga kualitas biji-bijian. Ditekankan juga, bahwa salah satu kondisi yang
paling esensial untuk penerapan aerasi adalah penggunaan cara penanganan biji-bijian secara
curah (bulk handling).
Melihat besarnya manfaat yang dapat diperoleh dari aerasi ini, maka akan menjadi
sangat penting untuk mengkaji penggunaannya untuk mengatasi permasalahan penurunan
kualitas biji jagung dalam penyimpanan jangka panjang di Indonesia. Namun demikian,
masih banyak kesulitan-kesulitan yang ditemukan bagi para praktisi untuk dapat menerapkan
sistem aerasi ini. Khatchatourian and De Oliveira (2006) mengemukakan, bahwa aerasi
banyak digunakan untuk pendinginan dan penyeragaman temperatur pada seluruh massa


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     2





bijian curah, menghilangkan pemanasan pada bijian basah, memasukkan gas-gas fumigant,
dan menghilangkan bau serta residu fumigant. Namun demikian, prosedur  perancangan dan
operasional  sistem  penyimpanan   yang  dilengkapi  dengan   fasilitas   aerasi  ini  masih
menghadapi banyak kesulitan-kesulitan bagi para praktisi yang ingin menggunakannya.
Sedangkan Darby (1998a), mengemukakan keterbatasan-keterbatasan secara lebih detail
terkait dengan penerapan dan perancangan sistem aerasi di Australia yang salah satunya
dikemukakan, bahwa  beberapa hal mengenai informasi teknis sangat tidak memadai dan
memberikan kesulitan untuk dapat  merancang sesuai dengan performa yang dispesifikasikan,
serta pendekatan-pendekatan yang mudah bagi pengguna untuk berbagai hal pokok dalam
perancangan masih kurang  tersedia. Mempertimbangkan semua permasalahan di atas, perlu
untuk diteliti penerapan metode penyimpanan curah yang dilengkapi dengan suatu sistem
aerasi mekanis untuk mendapatkan informasi awal dalam menjajaki kemungkinan penerapan
sistem aerasi untuk mempertahankan kualitas biji-bijian selama penyimpanan.  Adapun tujuan
penelitian  ini  adalah 1.  melakukan  perancangan  awal  sistem  aerasi  untuk  keperluan
penyimpanan jagung secara curah, dan 2. mengkaji pengaruh metode aerasi terhadap kualitas biji jagung selama penyimpanan.

B.  BAHAN DAN METODE
1. Bahan Penelitian
Sebagai bahan utama adalah biji-bijian jagung pipil dengan kondisi sebagai
berikut :  kadar air awal jagung 11,32% (w.b); berat satuan curah 783,15 kg/m3, berat
satuan partikel 1,196 kg/m3, prosentase butir pecah 1,36%, berat seribu butir 287,2 gram,
prosentase kehilangan berat terserang serangga     0,145%, prosentase kehilangan berat
terserang jamur 1,023%; derajad perkecambahan 88,2%; dan cemaran aflatoksin awal 68,86 ppb. Secara visual kondisi jagung yang digunakan adalah baik seperti jagung di pasaran pada umumnya dengan total berat jagung yang dibutuhkan adalah 1,5 ton. Jagung ini dibeli dari petani dari  Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Bulan Agustus 2007.

2.  Peralatan Penelitian
Gambar     1  menunjukkan  bagan  skematis  peralatan  yang  digunakan  dalam
penelitian. Silo dibuat dari bahan pelat metal dengan kapasitas 530 kg jagung pipil,


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     3







berbentuk berdiameter     0,75 m, tinggi sililinder 1,75 m, kemiringan hopper tehadap
bidang vertikal 45o. Untuk memasukkan biji jagung kedalam silo digunakan peralatan pneumatic grain conveyor. Dalam penelitian ini dibuat dua buah silo dengan ukuran yang sama, satu buah silo diaerasi dengan udara dingin, sedangkan silo yang lain diaerasi dengan udara lingkungan yang dikombinasikan dengan suatu absorben berupa pencahanpecahan batuan bentonit. Sedangkan sebagai pembanding, dilakukan penyimpanan secara konvensional dengan menggunakan karung didalam gudang.
Untuk keperluan pengukuran temperatur dan kelembaban udara dalam massa bijian serta pengambilan sampel biji jagung dari dalam silo, maka dibuat empat buah lubang disepanjang tinggi silinder silo, dengan diameter 5 cm. Untuk mempermudah dalam penyebutannya, maka keempat lubang tersebur dari atas ke bawah masing masing disebut sebagai lubang ruang udara (ruang udara di atas massa biji jagung dalam silo), lubang atas, lubang tengah, dan lubang bawah. Pada tian-tiap lubang  pengukuran temperatur dan kelembaban maupun pengambilan sampel bijian dilakukan pada tiga posisi radial yang berbeda. Masing-masing posisi radial tersebut adalah pusat (posisi radial dekat dengan pipa aerator), antara (posisi radial pada titik tengah antara pusat dan tepi), dan tepi (posisi radial dekat dengan didnding silo). Pengambilan sampel biji jagung dari dalam silo dilakukan lewat lubang atas, tengah dan bawah dengan menggunakan sampel probe yang didesain khusus sehingga sampel dari ketiga posisi radial tersebut tidak tercampur pada waktu pengambilan berlangsung.




















Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     4











0,75


1



3


2



45o
    4





5





1,2






6








7



1,5

Gambar 1. Bagan skematis peralatan penelitian silo dengan aerasi udara dingin
1. Bangunan silo, 2. Saluran distribusi udara dalam bijian (aerator), 3. Tempat pengukuran dan pengambilan sampel, 4. Pipa-pipa penyalur  udara, 5. Blower, 6. Kotak evaporator, 7. Condensor unit (refrigerator).

3. Metode Penelitian
Penyimpanan dilaksanakan selama 2 bulan, dan berbagai macam parameter yang
terkait dengan efektivitas operasional sistem aerasi seperti temperatur dan kelembaban
udara pada massa bijian akan diamati dalam penelitian ini. Demikian juga parameter
kualitas biji jagung yang disimpan seperti  kadar air biji jagung, tingkat kehilangan karena
serangan serangga dan jamur, perkecambahan, serta tingkat cemaran aflatoksin diamati
secara  periodik  selama  penyimpanan.  Pengujian  kualitas  jagung  dilakukan  dengan
pengambilan sampel jagung dari dalam silo dengan menggunakan sample probe lewat
lobang-lobang sampel yang telah dibuat pada dinding silo. Temperatur dan kelembaban
udara aerasi diukur dengan menggunakan thermohygrometer digital.  Kadar air bijian
ditentukan dengan metode gravimetri, jumlah biji jagung yang terserang serangga dan
jamur akan dihitung secara manual dari sampel yang diambil dari massa bijian, sedangkan
kandungan aflatoksin pada bijian akan ditentukan secara kimiawi dengan metode ELISA.




Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     5





Untuk mengetahui besar konsumsi daya listrik selama proses aerasi diukur dengan menggunakan wattmeter.

4. Opertasional sistem aerasi
Pada penelitian ini dipilih laju aliran udara aerasi maksimum yang direkomendasikan
oleh Croissant (2006) dari Colorado State University, sebesar 1 ft3/menit/bushel.  Nilai ini
termasuk dalam kategori aerasi pengeringan (aeration drying, laju aliran udara 2,5 - 20
lt/dt/ton ) pada pembagian metode aerasi bijian yang diberikan oleh Darby (1998b). Untuk
berat bijian yang disimpan (530 kg), maka nilai ini akan menghasilkan laju aliran udara
0,0091 m3/dt. Sedangkan lama waktu aerasi ditentukan selama 5 jam/hari, mulai jam 12.00
sampai  dengan  jam 17.00.  Penjemuran  bentonit  untuk  meningkatkan  kemampuan
penyerapan airnya, dilakukan mulai pagi (jam 8.00) sampai dengan siang (jam 12.00). Berdasarkan prinsip-prinsip penyimpanan yang aman ditentukan kadar air jagung yang disimpan maksimum 13% (w.b). Agar pengendalian temperatur tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal, diambil temperatur udara ruang untuk daerah tropis sehingga dipilih temperatur penyimpanan maksimum 28oC. Berdasarkan persamaan Chung-Pfost diperoleh kelembaban kesetimbangan untuk kondisi tersebut maksimum 59,8% (atau 60%). Dalam pelaksanaan aerasinya peralatan refrigerator dihidupkan selama satu jam sebelum proses aerasi  ke dalam biji jagung dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kondisi udara aerasi  yang dapat memenuhi keperluan  yang dikehendaki, dimana temperatur berada dibawah 28oC dengan kelembaban yang lebih rendah dari 60%.

C.  HASIL DAN PEMBAHASAN
1.  Temperatur ruang simpan
Perbandingan perubahan profil temperatur antara ketiga cara penyimpanan yaitu
penyimpanan dengan aerasi udara dingin, aerasi absorben bentonit, dan gudang selama
proses aerasi berlangsung dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini. Gambar ini secara jelas
menunjukkan, bahwa silo dengan aerasi udara dingin selalu mempunyai temperatur massa
bijian yang lebih rendah dari pada silo aerasi bentonit maupun gudang, serta jauh dibawah
temperatur udara lingkungan. Sedangkan pada silo dengan aerasi absorben bentonit,
meskipun rata-rata dibawah 28oC, namun pada saat-saat tertentu berada diatas nilai
tersebut. Kondisi ini  membuktikan, bahwa untuk mencapai temperatur target  yaitu


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     6





maksimum 28oC seperti yang direncanakan, diperlukan suatu peralatan pendingin untuk operasional aerasi. Penggunaan refrigerator terbukti cukup mampu memenuhi persyaratan temperatur penyimpanan curah aman yang ditetapkan yaitu maksimum 28oC, sehingga tidak perlu menggunakan grain chilller secara khusus yang harganya relatif mahal. Temperatur udara selama proses aerasi pada silo refrigerasi terletak antara 22,13oC -
26,23oC, pada silo dengan absorben bentonit 26,64oC - 27,59oC, serta pada massa bijian dalam gudang antara 26,07oC - 26,47oC.   Hasil analisis stastistik menunjukkan bahwa temperatur udara dari ketiga cara penyimpanan berbeda secara signifikan, dan temperatur pada silo dengan aerasi baik dengan udara dingin maupun dengan absorben bentonit berbeda secara nyata dengan temperatur bijian dalam karung.



40    40


35    35


30    30


25    25


20    20
Raung Udara    Atas
15    15


10    10
0    1    2    3    4    5    0    1    2    3    4    5
Waktu aerasi (Jam)
Waktu aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Lingkungan    Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Lingkungan



40    40


35    35

30    30


25    25

20    20
Tengah    Bawah
15    15

10
10    0    1    2    3    4    5
0    1    2    3    4    5    Waktu aerasi (Jam)
Waktu aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Lingkungan    Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Lingkungan
Gambar 2. Perbadingan perubahan temperatur udara ruang simpan pada silo dengan aerasi
    udara dingin, silo aerasi bentonit, gudang, dan lingkungan
Gambar 3 menunjukkan profil perubahan temperatur massa biji jagung selama 24
jam. Dari gambar ini dapat diketahui bahwa temperatur bijian dalam silo dengan aerasi
udara dingin secara konsisten selalu berada dibawah 28oC, sedangkan silo dengan aerasi
absorben  bentonit  kisaran  temperaturnya  sering  berada  diatas 28oC.  Untuk  gudang
temperaturnya juga selalu berada dibawah 28oC namun masih berada diatas temperatur silo dengan aerasi udara dingin, demikian pula perlu dipertimbangkan lebih jauh apakah kelembabannya dapat memenuhi syarat atau tidak.

Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     7















30

28

26

24

22

20









Refrigerasi
Aerasi





Malam


0    2    4    6    8    10    12    14    16    18    20    22    24
Jam ke
Tepi    Antara    Pusat




30


28


26
Gudang
24


22


20
0    2    4    6    8    10    12    14
Jam ke
Temp. bijian
















32
Bentonit
30

28

26

24

22

20
0    2    4    6    8    10    12    14    16    18    20    22    24
Jam ke
Tepi    Antara    Pusat























16    18    20    22    24

Temp Ruang

Gambar 3. Contoh perubahan temperatur massa bijian jagung selama 24 jam untuk silo
    refrigerasi, silo serasi bentonit, dan gudang

2.   Kelembaban ruang simpan
Perubahan kelembaban relatif udara didalam silo selama proses aerasi berlangsung
dapat dilihat pada Gambar 4. Dapat dilihat pada gambar tersebut, bahwa selama lima jam
aerasi berlangsung hanya silo dengan aerasi udara dingin yang mengalami penurunan
kelembaban relatif secara konsisten. Kelembaban udara didalam silo turun dari sekitar 60%
menjadi antara 40% - 50%, kondisi ini membuktikan bahwa refrigerator cukup mampu untuk
digunakan sebagai dehumidifier guna menurunkan kelembaban relatif udara untuk keperluan
penyimpanan curah beraerasi di daerah tropis dengan syarat kelembaban relatif maksimum
60%, sehingga tidak perlu digunakan suatu grain chiller khusus yang harganya relatif mahal.
Sedangkan pada silo dengan aerasi absorbent bentonit tidak terjadi penurunan
kelembaban udara ruang silo, bahkan ada kecenderungan nilai kelembabannya lebih tinggi
dari pada kelembaban udara lingkungan. Kondisi ini menunjukkan bahwa aerasi dengan
absorbent bentonit tidak cukup mampu untuk menurunkan kelembaban udara dalam silo,
sehingga  tidak  sesuai  untuk  diaplikasikan  di  daerah  tropis.  Kenyataan  ini  sekaligus
menunjukkan perlunya digunakan refrigerator atau dehumidifier untuk keperluan aerasi
didaerah tropis untuk mencapai kelembaban relatif rancangan yang dikehendaki.



Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     8
















70

60

50

40

30

20

10

0
0







70

60

50

40

30

20

10

0
0













Ruang Udara





1    2    3    4    5
Waktu Aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit
Gudang    Lingkungan





Tengah







1    2    3    4    5
Waktu Aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit
Gudang     Lingkungan













70

60

50

40

30
Atas
20

10

0
0    1    2    3    4    5
Waktu Aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit
Gudang    Lingkungan



70

60

50

40
30    Bawah

20

10

0
0    1    2    3    4    5
Waktu Aerasi (Jam)
Refrigerasi    Bentonit
Gudang     Lingkungan

Gambar 4. Perbadingan perubahan kelembaban udara ruang simpan pada silo dengan aerasi
    udara dingin, silo aerasi bentonit, gudang, dan lingkungan
Seperti temperatur massa bijian, setelah aerasi dilakukan kelembaban massa bijian
akan berfluktuasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitar. Selama 24 jam pengamatan
diketahui pada silo udara dingin kelembaban relatif tercatat selalu lebih rendah dari nilai
maksimum yang ditargetkan (59,8%). Sedangkan pada silo dengan absorben bentonit masih
ada beberapa jam dimana kelembabannya berada diatas 59,8% bahkan untuk gudang
kelembaban relatifnya selalu berada diatas 65% atau diatas nilai maksimum kelembaban
aman yang direncanakan (Gambar 5). Oleh karena itu, dari persyaratan nilai kelembaban
massa bijian dapat disimpulkan, bahwa silo aerasi udara dingin memenuhi syarat, sedangkan
silo  dengan  absorben  bentonit  dan  gudang  tidak  memenuhi  syarat  untuk  melakukan
penyimpanan biji jagung pada kadar air 13% w.b. Dari sini dapat diketahui hanya silo
dengan aerasi udara dingin yang mampu menciptakan kondisi temperatur dan kelembaban
ruang yang dapat memenuhi persyaratan aman untuk penyimpanan jagung pada ka 13% w.b.
Analisis statistik menunjukkan bahwa kelembaban relatif selama proses aerasi berlangsung
untuk  silo  dengan  aerasi  berbeda  nyata  dengan  kelembaban  udara  dalam  gudang.
Kelembaban udara pada silo dengan aerasi udara dingin terletak antara 45,77% - 58,89%,
pada silo dengan aerasi absorben bentonit 42,72% - 61,51%, sedangkan pada gudang antara


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     9





62,86% - 64,26%.  Kelembaban relatif rata-rata selama 24 jam pengukuran untuk silo dengan aerasi udara dingin terletak antara 43,53% - 54,44%, untuk silo dengan aerasi absorben bentonit antara 55,41% - 61,59%, sedangkan untuk gudang antara 64,31% -
66,05%.  Analisis  statistik  menunjukkan  bahwa  kelembaban  relatif  untuk  ketiga  cara penyimpanan saling berbeda nyata.





60


50


40


30
Refrigerasi
20


10


0
0    2    4    6    8    10    12    14    16
Jam ke
Tepi    Antara



80

70

60

50

40

30

20

10

0
0




70


60


50


40


30


20
0    2    4
18    20    22    24
Pusat    Tepi




Gudang









2    4    6    8    10    12    14    16    18    20    22
Jam ke
RH Bijian    RH Ruang






Bentonit








6    8    10    12    14    16    18    20    22    24
Jam ke
Antara    Pusat





















24

Gambar  5. Contoh perubahan kelembaban massa bijian jagung selama 24 jam untuk silo
    refrigerasi, silo serasi bentonit, dan gudang

4. Kadar air bijian jagung
Hasil penelitian menunjukkan, bahwa kadar air biji jagung yang disimpan baik
kearah vertikal maupun radial tidak betul-betul seragam, namun demikian perbedaannya
tidak terlalu besar. Pada silo dengan aerasi udara dingin kadar air rata-rata selama 10 minggu
penyimpanan  adalah 9,940%,  sedangkan  pada  silo  dengan  aerasi  kombinasi  udara
lingkungan dan absorbent bentonit 10,61% dan kadar air untuk penyimpanan dalam karung
adalah 12,07%, dimana kadar air awal biji jagung saat penyimpanan adalah 11,32%. Secara
statistik diketahui kadar air dari ketiga cara penyimpanan menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan, analisis perbandingan rata-rata lebih lanjut menunjukkan bahwa kadar air
jagung dari ketiga cara penyimpanan saling berbeda nyata.  Pada silo dengan aerasi udara
dingin, terlihat bahwa pada bijian  bagian bawah penurunan kadar airnya cukup besar, hal


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     10





ini  kemungkinan  disamping  disebabkan  karena  tingginya  laju  aliran  udara  aerasi, kmungkinan juga disebabkan karena rendahnya kelembaban udara pada massa bijian, dimana selama 24 jam pengukuran menunjukkan kelembaban pada massa biji jagung disini lebih rendah dari 60%.  Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk menciptakan kelembaban relatif massa bijian yang lebih tinggi lagi serta untuk mengurangi besarnya laju aliran udara aerasi guna menghindari  besarnya penurunan kadar air biji jagung selama penyimpanan beraerasi.








15    15

12    12


9    9
ATAS    TENGAH
6    6


3    3
Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Refrigerasi    Bentonit    Gudang
0    0
0    2    4    6    8    10    0    2    4    6    8    10
Minggu ke    Minggu ke





15


12


9
BAWAH
6


3
Refrigerasi    Bentonit    Gudang
0
0    2    4    6    8    10
Minggu ke
Gambar 6. Perbandingan perubahan kadar air dari penyimpanan dengan aerasi udara dingin,
    aerasi absorbent bentonit, dan gudang

5. Kehilangan berat karena serangan serangga
Tampak dari Gambar 7, bahwa selama sepuluh minggu proses penyimpanan terdapat
kecenderungan kenaikkan prosentase kehilangan berat bijian karena serangga baik pada silo
aerasi udara dingin, aerasi dengan bentonit, maupun penyimpanan dalam gudang. Secara
jelas juga dapat dilihat bahwa laju prosentase kehilangan yang terbesar terjadi pada
penyimpanan dalam gudang, sedangkan pada penyimpanan dengan aerasi baik udara dingin
maupun absorbent bentonit laju kenaikkannya relatif rendah. Berdasarkan nilai rata-rata


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     11





prosentase kehilangan berat karena serangga selama sepuluh minggu penyimpanan diketahui
untuk penyimpanan dengan aerasi udara dingin 0,309%, aerasi dengan bentonit 0,354%, dan
penyimpanan  dalam  gudang 0,562%.  Analisis  statistik  menunjukkan,  bahwa  tingkat
serangan serangga antara cara penyimpanan dengan aerasi udara dingin berbeda nyata dengan cara penyimpanan dalam karung, namun tidak berbeda nyata dengan penyimpanan dengan aerasi absorbent bentonit. Kondisi ini menunjukkan, bahwa proses aerasi (terutama aerasi udara dingin) secara nyata mampu menekan prosentase kehilangan berat biji jagung karena serangan serangga. Sekaligus hal ini menunjukkan bukti bahwa  penyimpanan curah beraerasi dengan kelembaban maksimum 60% dan temperatur maksimum 28oC cukup aman untuk menghindarkan terjadinya serangan serangga, sebaliknya penyimpanan dengan karung tidak mampu menekan kehilangan berat biji jagung karena serangga.




2    2
ATAS    TENGAH
1.5    1.5


1    1


0.5    0.5


0    0
0    1    2    3    4    5    6    7    8    9    10    0    1    2    3    4    5    6    7    8    9    10
Minggu ke    Minggu ke

Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Refrigerasi    Bentonit    Gudang



2
BAWAH
1.5



1



0.5



0
0    1    2    3    4    5    6    7    8    9    10
Minggu ke

Refrigerasi    Bentonit    Gudang


Gambar 7. Perbandingan perubahan kehilangan berat karena serangan serangga pada
penyimpanan dengan aerasi udara dingin, aerasi absorbent bentonit, dan gudang







Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     12







6. Kehilangan berat karena serangan jamur
Gambar     8   menunjukkan   prosentase   kehilangan   berat   biji   jagung   selama
penyimpanan karena infestasi jamur. Tingkat kehilangan berat karena serangan jamur secara
statistik  tidak  menunjukkan  adanya  perbedaan  yang  signifikan  antara  ketiga  cara
penyimpanan yang dilakukan. Tidak terlihatnya perbedaan ini kemungkinan disebabkan
karena kadar air jagung yang digunakan cukup rendah yaitu 11,32%, yang secara umum
merupakan kadar air yang cukup aman sekalipun untuk penyimpanan dalam karung tanpa
perlakuan aerasi. Rata-rata prosentase kehilangan berat karena jamur adalan 0,829%,
0,906%, dan 0,941%  berturut-turut untuk penyimpanan dengan aerasi udara dingin, aerasi
dengan  bentonit,  dan  penyimpanan  dalam  gudang.  Meskipun  secara  statistik  tidak
menunjukkan  adanya  perbedaan  yang  signifikan  terlihat  disini  rata-rata  prosentase
kehilangan berat karena jamur paling rendah adalah pada penyimpanan dengan aerasi udara
dingin. Hal ini juga dapat dicermati pada grafik, bahwa kurva untuk penyimpanan beraerasi
udara dingin pada beberapa titik terletak paling bawah dibandingkan dengan kurva untuk
aerasi bentonit dan gudang.  Kondisi kelembaban dan temperatur yang relatif rendah sebagai
hasil dari proses aerasi dengan udara dingin, mengakibatkan kondisi ruang simpan tidak
sesuai untuk pertumbuhan jamur.

2.0    2.0
ATAS    TENGAH
1.5    1.5


1.0    1.0


0.5    0.5



0.0    0.0
0    2    4    6    8    10    0    2    4    6    8    10
Minggu ke    Minggu ke

Refrigerasi    Bentonit    Gudang    Refrigerasi    Bentonit    Gudang



2.0
BAWAH
1.5



1.0



0.5



0.0
0    2    4    6    8    10
Minggu ke

Refrigerasi    Bentonit    Gudang
Gambar 8. Perbandingan perubahan kehilangan berat karena serangga jamur pada
penyimpanan dengan aerasi udara dingin, aerasi absorbent bentonit, dan gudang


Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     13







7. Perubahan derajad perkecambahan
Gambar 9 (A) menunjukkan adanya kecenderungan bahwa penyimpanan dengan silo
beraerasi udara dingin mempunyai prosentase perkecambahan yang lebih tinggi dari pada
silo beraerasi absorbent bentonit maupun gudang.  Pada silo dengan aerasi udara dingin, rata-
rata prosentase perkecambahan selama 2 bulan penyimpanan adalah 89,5%, sedangkan pada
aerasi  bentonit  dan  gudang  masing-masing 87,1  dan 85,85%.  Kondisi  ini  sekaligus
menunjukkan  bahwa  penyimpanan  dengan  aerasi  udara  dingin  tidak  mengakibatkan kerusakan atau penurunan derajat perkecambahan biji jagung. Berdasarkan hasil analisis statistik  diketahui  bahwa  tidak  terdapat  perbedaan  yang  nyata  terhadap  prosentase perkecambahan antara ketiga macam cara penyimpanan yang diteliti.
8. Tingkat cemaran aflatoksin
Salah satu kriteria penerimaan jagung oleh konsumen adalah tingkat cemaran
aflatoksin. Perubahan tingkat cemaran aflatoksin pada jagung selama penyimpanan dapat
dilihat pada Gambar 9 (B). Tingkat cemaran aflatoksin pada penyimpanan dengan silo baik
aerasi refrigerasi maupun bentonit jauh lebih rendah dari pada gudang, serta menunjukkan
kecenderungan yang terus menurun. Sampai dengan minggu ke empat cemaran aflatoksin
pada silo refrigerasi 3,57 ppb, silo bentonit 2,94 ppb, dan gudang 170,06 ppb. Umumnya
batas cemaran aflatoksin maksimum di berbagai negara untuk jagung ditetapkan sebesar
maksimum 20 ppb. Aerasi mempunyai keuntungan dalam menghilangkan spot-spot bijian
lembab dan bijian berjamur, dan juga membantu dalam pengendalian serangga dengan
berbagai cara (Gras et al., 1998).


100

80

60

40     Refrigerasi
Bentonit
20    Gudang

0
0    0.5    1
Bulan Ke
(A)



500
Refrigerasi
400
Bentonit
300
Gudang
200


100


0
0    1    2    3    4    5
1.5    2
Minggu ke

(B)

Gambar 9. Perbandingan perubahan prosentase perkecambahan  biji jagung pada penyimpanan
    dengan aerasi udara dingin, aerasi absorbent bentonit, dan gudang (A),  tingkat
    cemaran aflatoksin pada penyimpanan dengan aerasi udara dingin, aerasi absorbent
    bentonit, dan gudang (B)

Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     14







D. KESIMPULAN
1.   Hanya metode aerasi udara dingin yang dapat menciptakan kondisi temperatur dan
    kelembaban ruang simpan yang memenuhi syarat untuk penyimpanan jagung dengan
    kadar air 13% w.b., yaitu temperatur maksimum 28oC dan kelembaban maksimum 60%
2.   Dengan laju aliran yang digunakan, aerasi udara dingin cukup dioperasikan 5 jam/hari
    untuk   menciptakan   kondisi   ruang   simpan   tersebut,   dengan   konsumsi   daya
    0,519kWh/hari/ton, sehingga   tidak   perlu   dioperasikan   terus   menerus   selama
penyimpanan.
3.   Parameter kualitas bijian seperti kadar air, serangan serangga, serangan jamur, derajat
    perkecambahan, maupun cemaran aflatoksin pada jagung dengan aerasi udara dingin
    relatif rendah.
4.   Perancangan, konstruksi, serta operasional peralatan aerasi  udara dingin ini mudah
    dibuat, murah, dan bahan-bahan tersedia di pasaran .































Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     15







DAFTAR PUSTAKA

Brooker, D.B; Arkema, F.W.B.; dan Hall, C.W. 1992. “Drying and Storage of Grains and
    Oilseeds”, AVI   Publishing Company, INC. New York.
Croissant, R.L.     2006. “Managing Stored Grain”, Colorado State University Cooperative
Extension-Agriculture. (www.ext.colostate.edu/pubs/CROPS/00117.html)

Darby, J. 1998. “Aeration’s Potential”, (www.sgrl.csiro.au/aptc 2000/darby-01.pdf)
Darby, J. 1998. “Putting Grain Aeration in Order with Generalised Aeration Catagories”,
    (www.sgrl.csiro.au/aptc 2000/45-darby.pdf)

Driscoll,   R.H.   and   Srzednicki,   G.S.    1998.    “Overseas   Perspective   on   Aeration”
(www.sgrl.csiro.au/aptc1998/47-driscoll.pdf)
Gras, P.W.; Kaur, D.A.; Riordan, B.O., Suter, D.A.I.; Thomson, W.K.T. “How and Why to
    Keep Grain Quality Constant”. (www.sgrl.csiro.au/aptc2000/gas-etal.pdf)

Katchatourian, O.A and de Oliveira, F.A. 2006. “Mathematical Modelling of Airflow and
    Thermal State in Large Aerated Grain Storage”, J. Biosystems Engineering 95 (2) : 159
- 169.

Surtikanti. 2004. “Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motsch. (coleoptera : Curculinidae)
    dan Strategi Pengendaliannya”, Journal Litbang Pertanian 23 (4) : 123-129.
























Prosiding Seminar Nasianal Teknik Pertanian 2008 - Yogyakarta, 18-19 November 2008     16
REKAYASA METODE AERASI PADA PENYIMPANAN JAGUNG SECARA CURAH DALAM SILO1 4.5 5 Unknown Rabu, 25 April 2012 ABSTRAK Salah satu kelemahan teknologi pascapanen jagung adalah masalah penyimpanan. Umumnya jagung akan mengalami kerusakan yang serius bi...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages

pengunjung

Diberdayakan oleh Blogger.